Doa Terbaik untuk Ananda Tercinta
Anak adalah aset berharga kedua orang tuanya. Tentu setiap orang menginginkan anaknya menjadi anak yang salih. Salah satu yang harus dilakukan oleh orang tua dan terus diulang-ulang adalah mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya.
Doa orang tua adalah doa mustajab
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga doa mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu doa kedua orang tua, doa orang yang bepergian (safar), dan doa orang yang dizalimi” (HR. Abu Daud, hasan).
Doa orang tua, baik bapak atau ibunya adalah doa yang mustajab, baik itu berisi doa kebaikan maupun keburukan. Di antara manfaat seringnya mendoakan kebaikan untuk anak adalah:
Pertama, doa kedua orang tua untuk anak adalah termasuk doa yang mustajab dan akan dikabulkan oleh Allah berdasarkan keterangan dalam hadis Nabi.
Kedua, mendoakan anak akan menambah semangat dan motivasi dalam mendidik anak.
Ketiga, mendoakan anak akan memperkuat rasa kasih sayang dan kedekatan hati dari kedua orang tua.
Keempat, hal ini merupakan sunah para nabi dan rasul, karena mereka selalu mendoakan kebaikan untuk anak dan juga keturunannya di masa yang akan datang sebagaimana banyak disebutkan dalam Al Qur’an.
Di antara sebaik-baik doa adalah doa yang diajarkan oleh Allah di dalam Al Qur’an. Doa untuk kebaikan anak yang Allah sebutkan dalam Al Qur’an antara lain:
Penjelasan Mengenai Perayaan Maulid Nabi
Berikut ini kami sajikan kumpulan artikel penjelasan mengenai perayaan Maulid Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Semoga permasalahan yang selalu menjadi polemik setiap tahunnya ini dapat dipahami secara ilmiah dan juga menyeluruh. Bagi pihak yang kontra, harap menyimak penjelasan-penjelasan berikut dengan seksama, hati yang tenang dan pikiran yang jernih agar tidak muncul prasangka-prasangka buruk, semisal prasangka bahwa melarang perayaan Maulid adalah mengkafirkan dan menyesatkan setiap orang yang mengikuti perayaan tersebut.
Semoga kumpulan artikel Maulid Nabi ini bisa bermanfaat untuk kita semua dan semoga Allah ta’ala melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua.
Ujian dan Jalan Keluar Bagi Orang yang Beriman

Allah ta’ala berfirman
كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ ٣٥
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. Al Anbiya: 35)
Al Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan” adalah Allah akan menguji manusia dengan musibah dan juga nikmat untuk melihat siapakah di antara hamba Nya yang bersyukur dan siapa yang kufur, siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa, sebagaimana perkataan ‘Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu ‘Abbas, beliau mengatakan bahwa Allah akan menguji dengan ujian kebaikan dan keburukan, kesempitan dan kelapangan, kesehatan dan rasa sakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan, dan seterusnya. (Tafsir Ibnu Katsir, 5/342)
Saat jalan kita mulus, bukan berarti kita tak diuji. Kemudahan itu juga merupakan ujian. Apakah di saat jalan kita tanpa duri kita masih mengingat Allah ta’ala? Apakah kita mensyukuri nikmat dari Nya? Apakah kita memanfaatkan kenikmatan tersebut untuk ketaatan? Atau malah menggunakannya dalam berbagai kemaksiatan?
Begitu pula saat jalan kita berkelok dan banyak rintangan yang kita hadapi. Apakah kita akan bersabar? Mampukah kita ridho dengan ketentuan dari Nya? Akankah kita memohon ampun atas dosa yang pernah kita perbuat? Apakah kita lantas bersimpuh dan sujud kepada Nya? Ataukah kita malah berputus asa dan berprasangka buruk kepada Allah? Akankah kita malah semakin menjauh dari Allah ta’ala dan menambah kemaksiatan?
Jalan tanpa hambatan bukanlah tolok ukur keberhasilan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Bukan pula parameter kebahagiaan dalam kamus kehidupan. Lihatlah betapa terjal dan curamnya jalan yang harus dilalui oleh para Nabi dan Rasul, namun mereka adalah orang-orang yang paling berbahagia. Jadi, beban yang sedang kita pikul bukanlah alasan bagi kita untuk seolah menjadi orang yang paling sengsara di dunia ini.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS. Ath Thalaq : 2-3)
Sumber: https://muslim.or.id/58806-ujian-dan-jalan-keluar-bagi-orang-yang-bertakwa.html
Galeri Kegiatan












Kriteria Hewan Udhiyah (Kurban)
( Ustadzah Niswatun Husna )
Para ulama sepakat bahwa semua hewan ternak boleh dijadikan untuk kurban. Hanya saja ada perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih utama dari jenis-jenis hewan tersebut. Imam Malik berpendapat bahwa yang paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi, lalu unta. Sedangkan Imam al-Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah unta, disusul kemudian sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd). Tetapi karena kita tinggal di Indonesia, maka hewan seperti unta akan sulit untuk mendapatkannya.
Agar ibadah kurbannya sah menurut syariat, seorang yang hendak berkurban harus memperhatikan kriteria-kriteria dari hewan yang akan disembelihnya. Kriteria-kriteria tersebut diklasifisikasikan sesuai dengan usia dan jenis hewan kurban, yaitu:
a. Domba (dha’n) harus mencapai minimal usia satu tahun lebih, atau sudah berganti giginya (al-jadza’). Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sembelilhlah domba yang jadza’, karena itu diperbolehkan.” (Hadits Shahih, riwayat Ibn Majah: 3130 Ahmad: 25826)
b. Kambing kacang (ma’z) harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.
c. Sapi dan kerbau harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.
d. Unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih. (Musthafa Dib al-Bigha).
Selain kriteria di atas, hewan-hewan tersebut harus dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari al-Barra bin Azib radliyallâhu ‘anh:
أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تَنْقَى
“Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, dan (4) yang (badannya) kurus lagi tak berlemak.”
(Hadits Hasan Shahih, riwayat al-Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420)
Wallahu A’lam bish Shawab.
Meraih Kemuliaan dengan Berkurban
( Ustadz Hamid Syarifuddin )
Setiap manusia pasti mengharapkan yang namanya kemuliaan. Apapun agama, status dan kedudukannya. Merupakan keniscayaan bahwa semakin mulia seseorang maka akan semakin mendapatkan tempat di lingkungan hidupnya. Beragam cara untuk meraih kemuliaan tersebut, sesuai tingkat pemahaman masing-masing. Sebagian orang menganggap mendapatkan kemuliaan adalah dengan gelimang harta, popularitas, dan jabatan tinggi. Namun bagi seorang muslim yang baik, sangat naif jika hal tersebut sebagai hakekat meraih kemuliaan.
Meraih kemuliaan adalah menjadi bertaqwa dan semakin bertaqwa. Inilah hakekatnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)
Semakin bertaqwa maka semakin mendapatkan hakekat kemuliaan, yaitu mulia di sisi Allah. Dan menjadi sunnatullah bahwa orang yang mulia di sisi-Nya secara otomatis akan mulia di sisi manusia, karena orang yang bertaqwa akan senantiasa menjaga diri dan kehormatannya, berbuat baik kepada sesama, dan selalu hati-hati dalam berucap dan bersikap.
Berbicara masalah taqwa, tentu akan terbesit bagaimana caranya meraihnya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para shahabat, tabi’in, dan para ulama-ulama setelahnya , sudah menjelaskan secara gamblang tentang ini.
Apalagi sebentar lagi kita akan memasuki bulan Dzulhijjah, salah satu dari empat bulan Haram, yang di dalamnya penuh dengan kemuliaan. Maka ada sunnah Nabi yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan sebagai tanda taqwa dan mendapat kemuliaannya. Yaitu sunnah menyembelih hewan udhiyah (qurban). Hukumnya sunnah muakkadah karena Nabi menyampaikannya dengan kalimat yang tegas,
“Barangsiapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat salat kami.” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah)
Meraih kemuliaan dengan berqurban. Sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang diriwayatkan dari Ibunda ‘Aisyah:
“Tidaklah pada hari nahr (Idul Adha) manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan qurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan qurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan mengambil tempat yang mulia di sisi Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah, no. 3126)
Dan diterima qurban kita di sisi Allah, adalah karena ketaqwaan kita. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ….
“ Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu….” (QS. Al-Hajj: 37)
Qurban sebagai tanda ketaqwaan, akan mengantarkan kepada kemuliaan. Bukan sekedar tanda dalam makna bahasa, tetapi tanda yang terpancar dari hati yang mengkristal dalam ucapan lisan dan tindakan anggota badan.
Qurban menjadi tanda ketaqwaan karena mencerminkan tiga hal besar:
- Meneladani ketaatan Nabi Ibrahim dalam melaksanakan perintah Allah untuk mengorbankan anaknya Ismail. Inilah peristiwa sejarah yang mendasari disyariatkannya ibadah udhiyah (qurban).
Beliau Nabi Ibrahim ‘alaihissalam karena ketaatan dan ketundukannya kepada Allah mendapatkan gelar kemuliaan di sisi Allah, yaitu khalilullah (kekasih Allah). Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengejawantahkan ketaqwaan yang sesungguhnya, taat tanpa tapi, tunduk tanpa ragu. Maka meneladani beliau merupakan keharusan, untuk mendapatkan hakekat kemuliaan.
- Menunjukkan tanda syukur kepada Allah terhadap nikmat dan karunia yang telah dilimpahkan.
Hal ini langsung Allah sendiri yang menyampaikan, di dalam surat Al-Kautsar: 1-3,
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ
“Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Rabbmu, dan berqurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”
Semakin baik hewan udhiyah (qurban) yang kita persembahkan kepada Allah, maka semakin menyempurnakan wujud syukur kita kepada-Nya.
- Menumbuhkan kasih sayang di antara kaum muslimin, antara yang kaya dan yang miskin. Tidak dipungkiri, status kaya dan miskin terkadang menjadi penghalang dalam upaya mengamalkan tuntutan syari’at, yaitu terbentuknya ukhuwah. Maka Islam dengan kesempurnaannya, memberikan solusi untuk mencegah itu semua, dengan syariat-syariat yang pelaksanaannya mengandung keterjalinan antara yang kaya dan miskin. Di antaranya adalah udhiyah (qurban) di hari Idul Adha dan hari-hari tasyri’. Ini yang akan melahirkan kasih sayang antarak keduanya, yang kemudian mampu mewujudkan ukhuwah.
Mari meraih kemuliaan dengan berqurban.
Kekuatan Ilmu
( Ustadz Hafizh Setiabudi )
Sejak semulanya Islam telah mengajak orang untuk melakukan aktivitas olah pikir yang pada gilirannya menghasilkan ilmu. Ayat pertama Al-Quran langsung berkata, “Bacalah!”
Setiap orang berakal tidak akan salah menangkap kata perintah yang begitu jelas dan tegas. Dan, Allah Sang Pencipta jagat raya menempatkan manusia sebagai makhluk mulia lantaran ilmu.
Berbekal ilmu, manusia menjadi berbeda dengan binatang. Kalau sekadar hidup asal hidup, apa istimewanya manusia dibanding seekor kera? Kalau hidup sekadar untuk makan, ayam pun bisa makan. Kalau hidup sekadar untuk beranak-pinak, kambing pun bisa lakukan itu. Kalau hidup hanya untuk bekerja, kerbau di sawah bekerja lebih kuat ketimbang manusia.
Allah anugerahi manusia dengan hati dan akal sebagai perangkat penjaring ilmu. Itu yang membuat manusia memiliki nilai lebih. Sudah sewajarnya bahwa manusia harus mencari sesuatu yang lebih bermakna dalam hidupnya. Kalau ‘output’ yang dihasilkan manusia sepadan dengan ‘hasil karya’ hewan, saat itu manusia turun harga di bawah hewan. Jadinya, “Mereka seperti hewan ternak. Bahkan lebih parah lagi.”
Manusia tanpa ilmu daya rusaknya jauh lebih ganas dibanding binatang. Segerombolan hama tikus memang mampu melahap padi dua-tiga petak sawah dalam semalam. Tapi satu individu manusia tak bermoral sanggup melumat ribuan nyawa sesama dalam hitungan menit bahkan detik.
Sebegitu besar arti ilmu bagi manusia. Sampai-sampai para nabi pun tidak meninggalkan warisan harta untuk umatnya. Hanya ilmu yang bersisa. Sebab, kata Ali bin Abi Thalib, “Ilmu akan menjagamu. Sementara harta, harus engkau yang repot-repot menjaganya.”
Sejarah melihat, Islam menjadi peradaban besar juga ditopang kuatnya pilar ilmu. Pada zamannya, Mongol boleh saja membuat luluh lantak Baghdad. Tapi mari lihat, perlahan namun pasti, justru Mongol yang akhirnya terserap dan larut tanpa ampun ke dalam pusaran arus peradaban Islam yang dibingkai kokohnya bangunan ilmu.*
Ajak Anak Berdamai dengan Demam
( Ustadzah Ummu Alilah )
Definisi Demam
Demam adalah gejala peningkatan suhu tubuh diatas normal yaitu >38,3 0C. Ketika suhu tubuh sudah melebihi 410C maka sudah dikatakan sebagai hiperpireksia. Batasan nilai atau derajat demam dengan pengukuran diberbagai bagian tubuh sebagai berikut: suhu aksila/ketiak >37,20C, suhu oral/mulut >37,80C, suhu rektal/anus >38,00C, suhu dahi >38,00C, suhu di membrane telinga atas 38,00C, sedangkan dikatakan demam tinggi apabila suhu tubuh diatas 39,50C dan hiperpireksia bila suhu diatas 41,10C.
Penyebab demam
- Demam infeksi
Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh pathogen, misalnya kuman, bakteri, viral/virus, atau binatang kecil lainnya yang masuk kedalam tubuh. Bakteri, kuman, virus dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara, misalnya melalui makanan, udara atau persentuhan tubuh.
- Demam non infeksi
Demam non infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam non infeksi timbul karena adanya kelainan pada tubuh yang dibawa sejak lahir, dan tidak ditangani dengan baik. Contoh demam yang disebabkan oleh adanya kelainan degeneratif atau kelainan bawaan pada jantung, demam karena stress, atau demam yang disebabkan oleh penyakit-penyakit berat, misal leukemia dan kanker.
Penanganan Pertama Demam Pada Anak
Dalam keadaan demam sebenarnya yang lebih penting adalah mencari penyebabnya. Pada hakekatnya, untuk pertolongan pertama yang bisa di lakukan sendiri di rumah sebelum di bawa ke dokter;
- Evaluasi penyebab demam, apakah muncul gejala lain seperti pada infeksi campak, muncul ruam merah pada tubuh, terdapat gejala flu, dan lain-lain
- Berikan kompres air hangat di bagian tubuh yang memiliki pembuluh darah besar seperti leher, ketiak dan selangkangan, juga di bagian luar dan terbuka seperti dahi dan perut.
- Saat mandi gunakan air hangat. Selain membuat tubuh segar dan nyaman, air hangat juga sangat baik untuk menghilangkan kuman dan bakteri di kulit.
- Kenakan pakaian tipis, longgar, pilih yang bahannya menyerap keringat agar lebih nyaman dan tidak kegerahan.
- Perbanyak istirahat agar daya tahan tubuh cukup untuk melawan infeksi. Usahakan agar sirkulasi udara kamar atau tempat istirahat baik sehingga kamar tetap bersuhu normal.
- Perbanyak minum air mineral agar mencegah terjadinya dehidrasi. Jika anak masih minum Asi berikan Asi
- Berikan madu hangat, dengan cara jika suhu tubuh anak panas cara membuatnya, madu di beri air biasa lalu dan tambahkan air hangat tetapi jika tubuh tubuh dingin (kedinginan) cara membuatny air biasa (dingin) tuang madu lalu aduk ke arah kiri kemudian air hangat.
- Balur dengan bawang merah, bawang merah telah dikenal sejak dulu mampu menurunkan demam karena memiliki khasiat sebagai anti radang dan mampu menurunkan demam. Ambil 3-5 siung bawang merah kupas lalu cuci bersih, kemudian geru atau tumbuk kasar, tambahkan sedikit minyak telon/kayu putih. Setelah itu balurkan pada tubuh anak, terutama bagian ubun-ubun, punggung, dada, perut, lipatan paha, lengan dan telapak kaki.
Kapan Bawa Ke Dokter?
- Bila bayi berusia <3 bulan dengan suhu >38,30C
- Demam lebih dari 48 jam – 72 jam tanpa batuk pilek
- Tidak mau minum sama sekali dan mengalami dehidrasi
- Rewel berlebihan atau menangis terus menerus disertai jeritan
- Saat hari ke 3-5 demam, anak sangat lemas atau tidur terus menerus sepanjang hari
- Kejang, kuduk leher kaku dan sesak nafas
- Lemas, BAK (buang air kecil) berkurang dari biasanya, gelisah, bila muntah berelebih sehari dari 5-7 kali dan diare cair dan banyak lebih dari5-7 kali
Pesan Rasulullah di Bulan Dzulhijjah
(Ustadz Abu Zaka)
Khutbah I
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَات. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ.
اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
Ma’asyiral muslimin hafidhakumullah,
Dalam kesempatan yang mulia, kita bersama-sama meningkatkan takwa kita kepada Allah dengan senantiasa melaksanakan segala perintahnya dan berusaha secara maksimal meninggalkan segala laranganNya. Dengan bekal taqwa inilah, semoga kelak kita menjadi penghuni surga, amin ya rabbal ‘alamin.
Salah satu pesan penting yang dapat kita ambil dari peristiwa ‘Idul Adha ini adalah mengenai khutbah Rasulullah Muhammad saat berkhutbah di depan para shahabatnya. Dalam kitab Khutubatun Nabi Rasulillah disampaikan bahwasanya Nabi Muhammad bersabda:
عن ابن عباس رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم خطب الناس يوم النحر فقال : يا ايها الناس اي يوم هذا؟ قالوا يوم حرام قال فاي بلد هذا؟ قالوا بلد حرام قال فاي شهر هذا قالوا شهر حرام. قال فان دماءكم واموالكم واعراضكم عليكم حرام كحرمة يومكم هذا في بلدكم هذا وفي شهركم هذا
Artinya: Hadits dari Ibnu Abbas RA, sesungguhnya Rasulullah berkhutbah kepada para umatnya pada hari ‘Idul Qurban. Nabi bersabda: “Wahai para manusia, hari apakah ini? Mereka menjawab: Ini hari haram. Wahai para manusia, negara apakah ini? Mereka menjawab: Ini negara haram.Wahai para manusia, bulan apakah ini? Mereka menjawab: Ini bulan haram.” Nabi Muhammad bersabda lagi: “Sesungguhnya darahmu, hartamu dan anggota tubuhmu itu haram sebagaimana keharaman hari ini, di negara ini dan bulan ini. (HR Imam Bukhari)
Kalimat Rasulullah dalam khutbah itu diulang-ulang dan dilanjutkan dengan doa dan penegasan bahwa khutbah itu sebagai wasiat pada umatnya. Bahkan Nabi Muhammad menegaskan bahwa sudah tidak ada lagi pertumpahan darah antara umat Islam dengan kaum kafir setelah hari ‘Idul Qurban itu. Dari hadits tersebut kita dapat mengambil tiga pesan Rasulullah dimaksud: Pertama, seorang pemimpin umat Islam harus berkomunikasi dan selalu membimbing umatnya. Salah satu cara komunikasi itu yakni dengan mengingatkan betapa pentingnya hari dan bulan yang mulia dan diharamkan oleh Allah. Memperingati hari dan bulan haram adalah dengan melaksanakan sunnah Rasulullah: berpuasa, bertaqarrub dan beramal sosial secara istiqamah. Dan di bulan haram, tidak diperbolehkan perang (beradu fisik dan menebar fitnah) Kedua, di dalam sebuah kemulian ada tempat hidup yang selalu digunakan untuk beribadah, Nabi menyebutnya dengan kata balad. Kata balad dalam Kamus Al Munawwir karya KH Ahmad Warson Munawwir yang telah dikoreksi KH Ali Ma’shum dan KH Zainal Abidin Munawwir bermakna: daerah, negeri, desa, kampung, tanah air. Jika Nabi Muhammadﷺmenyebut kata balad dalam khutbah ‘idul adha, maka perlu kita ambil hikmah bahwa betapa cintanya Nabi Muhammad kepada tanah airnya sesuai dengan firman Allah:
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَىٰ مَعَادٍ ۚ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَىٰ وَمَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Artinya: “Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali (Makkah). Katakanlah: “Rabku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Al Qashah: 85)
Dan ketiga, betapa pentingnya menjadikan Islam sebagai agama yang mendorong lahirnya perdamaian, bukan agama kekerasan penuh peperangan. Sejarah perintah berqurban kepada Nabi Ibrahim yang diminta menyembelih putranya (Nabi Ismail) dan kemudian diganti domba adalah sebuah bukti bahwa Islam sangat melindungi hak asasi manusia dan cinta perdamaian. Al Qur’an mencatat sejarah ini sebagai bentuk penyempurnaan manusia berbakti pada Allah Surat As Shaffat ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Syaikh Utsman bin Hasan Al Khaubawi dalam kitab Durratun Nashihin memberikan penjelasan bahwa perjalanan Nabi Ibrahim dari negeri Syam hingga Makkah dalam mengikuti perintah Allah diabadikan dalam rangkaian ibadah sunnah puasa Tarwiyah (yataraw, memikirkan diri atas mimpi menyembelih anaknya) dan puasa Arafah (‘arafa, tahu dan yakin bahwa mimpi itu dari Allah). Arafah juga menjadi tempat puncak ibadah haji. Dan kemudian hari kesepuluh Dzulhijjah menjadi penyembelihan (nahr).
Ma’asyiral muslimin hafidhakumullah,
Rasa syukur Nabi Ibrahim atas tidak jadinya menyembelih putranya, diganti dengan menyembelih 1.000 kambing, 300 lembu dan 100 unta demi taat kepada Allah. Jelas sekali bahwa qurban ini menjadi ibadah sosial yang sangat mengangkat derajat para peternak hewan dan menjadi bukti emansipasi kepada kaum dlu’afa yang menerima manfaat pembagian daging qurban. Di penghujung khutbah ini perlu ditegaskan kembali pentingnya umat Islam memuliakan agama dengan cara mengikuti seluruh perintah Allah. Umat Islam yang sudah kaya harta, diwajibkan untuk haji ke baitullah. Termasuk disunnahkan melaksakanakan qurban. Allah berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.Maka dirikanlah shalat karena Rabmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar: 1-3)
جعلنا الله وإياكم من والفائزين الامنين وادخلنا واياكم في زمرة عباده الصالحين اعوذ بالله من الشيطان الرجيم وقال اني ذاهب الى ربي سيهدين رب هب لي من الصالحين وقل رب اغفر وارحم وانت خير راحمين
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ
. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ
وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ
اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ