DAKWAH TIDAK BOLEH BERHENTI
Ruh dakwah adalah perubahan. Mengubah kondisi buruk menjadi baik; dari sesat menjadi petunjuk; dari kufur menjadi Islam; bahkan dari kondisi yang baik menjadi jauh lebih baik lagi. Karena ruh dan semangat dakwah adalah perubahan, maka selain ada pihak yang menerima dakwah, pasti ada juga pihak yang menolak dakwah. Di antara pihak yang menolak dakwah hampir pasti ada pihak yang menentang, menghalang-halangi hingga memusuhi dakwah dan para pengembannya. Pihak yang menentang, menghalangi dan memusuhi dakwah biasanya berasal dari para penguasa dan orang-orang yang sudah berada pada zona nyaman kekuasaan. Mereka tidak ingin eksistensi dan kekuasaannya terganggu dan tergantikan.
Dakwah yang dilakukan para nabi dan rasul selalu mengalami ujian penentangan dari para penguasa pada zamannya.
Nabi Ibrahim as. harus berhadapan dengan Raja Namrudz. Beliau mengalami ujian berat, yakni dengan cara dibakar tubuhnya di atas gunungan kayu bakar. Namun demikian, pada akhirnya Allah SWT menyelamatkan beliau.
Nabi Musa as. harus berhadapan dengan Firaun, raja zalim yang mengklaim diri sebagai tuhan. Dia memburu Musa as. dan para pengikutnya. Akhirnya, Allah menenggelamkan Firaun dan balatentaranya. Sebaliknya, Allah menyelamatkan Nabi Musa as. dan para pengikutnya.
Nabi Isa as. harus menghadapi ancaman pembunuhan Raja Herodes. Akhirnya, Allah SWT menyelamatkan beliau dengan mengangkat beliau ke langit.
Begitupun Baginda Nabi Muhammad saw. Dakwah beliau pun tidak luput dari penentangan dan permusuhan. Berbagai cara dilakukan kaum musyrik Quraisy untuk menghentikan dakwah beliau, mulai dari cara yang halus hingga cara yang paling kasar.
Dakwah itu ibarat darah dalam tubuh manusia. Dia harus terus mengalir dan berjalan, tidak boleh berhenti, walau sesaat. Mengalirnya darah menjadi ciri kehidupan. Berhentinya aliran darah pertanda kematian. Begitupun dengan dakwah. Dia tidak boleh berhenti walau sebentar. Dengan dakwah manusia mengenal Rabb-nya. Dengan dakwah manusia mengetahui dan menjalankan syariat-Nya. Dengan dakwah manusia bisa membedakan mana yang benar dan salah, mana yang hak dan batil, mana yang terpuji dan tercela. Dengan dakwah manusia yang tersesat bisa kembali ke jalan Allah. Dengan dakwah, masyarakat yang jahiliah bisa berubah menjadi masyarakat Islam, yakni masyarakat yang menerapkan syariah Islam secara kâffah sehingga membawa kebaikan dan kemaslahatan di dunia dan beroleh pahala serta kebahagiaan hakiki di akhirat kelak.
Dakwah adalah perintah Allah SWT, bukan titah manusia. Dakwah harus mengikuti contoh Rasulullah saw., bukan kemauan penguasa. Dakwah yang haq pasti mengalami penentangan dan permusuhan. Semua nabi mengalami itu. Bahkan Nabi Muhammad saw. tidak luput dari penentangan dan permusuhan. Pertanyaannya, bagaimana sikap mereka menghadapi berbagai penentangan, permusuhan, penyiksaan hingga ancaman pembunuhan? Apakah Nabi yang mulia mundur dari medan dakwah? Apakah Rasulullah saw. berhenti mendakwahkan Islam. Jawabannya demi Allah, Tidak! Seandainya Rasulullah mundur dari medan dakwah (dan ini mustahil terjadi) maka ajaran Islam tidak mungkin dianut miliaran umat manusia. Seandainya Nabi Muhammad saw. berhenti mendakwahkan Islam (ini pun mustahil dilakukan), maka cahaya iman tidak mungkin tersebar luas ke seantero penjuru dunia.
Para penguasa zalim, sebagaimana halnya Namrudz, Firaun, Herodes hingga pembesar musyrik Quraisy menginginkan agar dakwah berhenti. Bahkan mereka berupaya menghentikan. Namun, Nabi yang mulia tetap dalam pendirian, kokoh dalam sikap, tidak mundur apalagi berhenti menyampaikan risalah dakwah.
Begitupun halnya dengan kita saat ini. Jika kita benar-benar menapaki jalan Rasulullah saw. dalam berdakwah, maka apa yang beliau alami, pasti akan pula kita jumpai. Berbagai tantangan, ancaman hingga permusuhan terhadap dakwah yang dialami Rasulullah saw. pasti akan kita rasakan. Dalam hal kondisi dakwah Islam diperlakukan seperti itu, maka justru kita harus bergembira, karena itu sunnatullah. Berarti kita telah menapaki jalan yang benar, jalan yang lurus, jalannya para nabi dan Rasul. Justru kita mesti khawatir jika jalan dakwah bertabur bunga, riuh dengan pujian dan tepukan tangan, dekat dengan penguasa dzalim, disambut dengan karpet merah di pintu-pintu istana. Jika begitu, kemungkinan besar kita sudah salah jalan.
_____________________________
Ustadz Nashiruddin Abdul Halim, S.Ag.